eseiMeski berhasil keluar sebagai pemenang dan mampu membentuk pemerintahan, koalisi partai Barisan Nasional (BN) sebetulnya mengalami pukulan keras dalam pemilihan umum Malaysia yang baru lalu. Yang paling terpukul tentu saja adalah Abdullah Ahmad Badawi, ketua koalisi yang sekaligus perdana menteri Malaysia. Padahal dalam empat tahun terakhir, dia sudah berusaha keras untuk mempertahankan supremasi BN di pentas politik negeri jiran itu.
Dua negara bagian penting, yakni Kuala Lumpur dan Penang, jatuh ke tangan oposisi. Yang menyakitkan, kekalahan di dua negara bagian ini sangat telak. Di Kuala Lumpur, BN hanya mendapat satu kursi dari 11 kursi yang diperebutkan. Sementara di Penang, BN kebagian dua kursi dari 13 kursi yang diincar. Penang adalah negara multietnis tempat kelahiran Badawi.
Namun, yang paling menyakitkan dari itu semua adalah pecahnya puak Melayu dalam memberikan dukungan kepada Badawi. Dua partai opisisi yang berhasil menggerogoti supremasi BN adalah partai yang didominasi orang-orang Melayu, yakni PAS, partai Islam yang dikenal kritis terhadap penguasa, dan PKR, partai baru yang didirikan mantan deputi PM Malaysia, Anwar Ibrahim.
Selama lebih dari tiga dekade, secara politik, puak Melayu disatukan oleh UMNO, partai besar yang memimpin koalisi BN. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak konflik politik antara mantan PM Mahathir dengan Anwar Ibrahim, gelombang ketidakpuasan terhadap UMNO semakin meningkat. Badawi mencoba mengatasi situasi itu dengan mendekati puak Melayu sambil terus merawat hubungan baik dengan etnis lain, khususnya Cina dan India.
Dia memperkenalkan Islam Hadhari, yakni sebuah konsep politik yang dapat memberikan kejayaan dan kemajuan bagi rakyat Malaysia. Dalam berbagai forum, Badawi menjelaskan bahwa Islam Hadhari bukan hanya bertujuan memajukan kaum Muslim Melayu, tapi juga membangun kerjasama dengan etnis-etnis lain yang ada di Malaysia. Islam Hadhari diproyeksikan sebagai payung untuk melindungi seluruh warga negara dalam semangat kebebasan dan toleransi.
Namun, Islam Hadhari yang diperkenalkan Badawi tampaknya hanya sekadar retorika belaka. Sambil terus mempromosikan konsep itu, dia melakukan kebijakan-kebijakan politik yang sesungguhnya bertentangan dengan semangat Islam Hadhari. Misalnya, dalam dua tahun terakhir pemerintahannya, Badawi adalah penguasa Malaysia yang paling sering mengeluarkan daftar buku-buku terlarang, khususnya buku-buku yang terkait dengan sejarah dan pemikiran Islam.
Di masa Badawi juga terjadi praktik diskriminasi ras dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama yang cukup serius. Hampir tiap minggu ada saja kasus pelecehan terhadap kebebasan beragama warga-negara yang dilakukan aparat penguasa. Puncaknya adalah demonstrasi besar warga etnis India di Kuala Lumpur beberapa bulan lalu. Itu adalah demonstrasi anti-diskriminasi terbesar sejak kerusuhan etnis di Malaysia hampir 40 tahun silam.
Islam Hadhari atau lebih tepatnya Islam Badawi telah gagal menghadirkan kedamaian dan kebebasan bagi setiap warga. Pemilu yang baru lalu membuktikan bahwa rakyat Malaysia tidak menginginkan Islam Badawi yang penuh diskriminasi dan pelanggaran terhadap kebebasan warga-negara. Mereka memprotes dengan cara mereka sendiri, yakni tidak memilih koalisi Barisan Nasional pimpinan Abdullah Ahmad Badawi.
Dua negara bagian penting, yakni Kuala Lumpur dan Penang, jatuh ke tangan oposisi. Yang menyakitkan, kekalahan di dua negara bagian ini sangat telak. Di Kuala Lumpur, BN hanya mendapat satu kursi dari 11 kursi yang diperebutkan. Sementara di Penang, BN kebagian dua kursi dari 13 kursi yang diincar. Penang adalah negara multietnis tempat kelahiran Badawi.
Namun, yang paling menyakitkan dari itu semua adalah pecahnya puak Melayu dalam memberikan dukungan kepada Badawi. Dua partai opisisi yang berhasil menggerogoti supremasi BN adalah partai yang didominasi orang-orang Melayu, yakni PAS, partai Islam yang dikenal kritis terhadap penguasa, dan PKR, partai baru yang didirikan mantan deputi PM Malaysia, Anwar Ibrahim.
Selama lebih dari tiga dekade, secara politik, puak Melayu disatukan oleh UMNO, partai besar yang memimpin koalisi BN. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak konflik politik antara mantan PM Mahathir dengan Anwar Ibrahim, gelombang ketidakpuasan terhadap UMNO semakin meningkat. Badawi mencoba mengatasi situasi itu dengan mendekati puak Melayu sambil terus merawat hubungan baik dengan etnis lain, khususnya Cina dan India.
Dia memperkenalkan Islam Hadhari, yakni sebuah konsep politik yang dapat memberikan kejayaan dan kemajuan bagi rakyat Malaysia. Dalam berbagai forum, Badawi menjelaskan bahwa Islam Hadhari bukan hanya bertujuan memajukan kaum Muslim Melayu, tapi juga membangun kerjasama dengan etnis-etnis lain yang ada di Malaysia. Islam Hadhari diproyeksikan sebagai payung untuk melindungi seluruh warga negara dalam semangat kebebasan dan toleransi.
Namun, Islam Hadhari yang diperkenalkan Badawi tampaknya hanya sekadar retorika belaka. Sambil terus mempromosikan konsep itu, dia melakukan kebijakan-kebijakan politik yang sesungguhnya bertentangan dengan semangat Islam Hadhari. Misalnya, dalam dua tahun terakhir pemerintahannya, Badawi adalah penguasa Malaysia yang paling sering mengeluarkan daftar buku-buku terlarang, khususnya buku-buku yang terkait dengan sejarah dan pemikiran Islam.
Di masa Badawi juga terjadi praktik diskriminasi ras dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama yang cukup serius. Hampir tiap minggu ada saja kasus pelecehan terhadap kebebasan beragama warga-negara yang dilakukan aparat penguasa. Puncaknya adalah demonstrasi besar warga etnis India di Kuala Lumpur beberapa bulan lalu. Itu adalah demonstrasi anti-diskriminasi terbesar sejak kerusuhan etnis di Malaysia hampir 40 tahun silam.
Islam Hadhari atau lebih tepatnya Islam Badawi telah gagal menghadirkan kedamaian dan kebebasan bagi setiap warga. Pemilu yang baru lalu membuktikan bahwa rakyat Malaysia tidak menginginkan Islam Badawi yang penuh diskriminasi dan pelanggaran terhadap kebebasan warga-negara. Mereka memprotes dengan cara mereka sendiri, yakni tidak memilih koalisi Barisan Nasional pimpinan Abdullah Ahmad Badawi.
*kali pertama tersiar di http://islamlib.com, penulis merupakan salah seorang editor Jaringan Islam Liberal. Beliau selain menjadi editor di Jaringan Islam Liberal beliau juga merupakan seorang penulis bebas yang menulis di pelbagai judul penerbitan di Malaysia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan